TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME
Teori-teori belajar modern dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan lama itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif lain, seperti teori Bruner (Slavin dalam Nur, 2002:8).
Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberikan kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang dapat membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi,dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.
Dalam teori ini, proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa. Inquiry-Based Learning dan Problem-Based Learning yang disebut juga stategi CTL (University of Washington, 2001) diwarnai student centered dan aktivitas siswa.
Problem-Based Learning tersebut juga sejalan dengan pengajaran top-down, siswa mulai dengan suatu tugas yang kompleks dan autentik yang akhirnya diharapkan tugas itu dapat dilakukan siswa, melainkan tugas itu merupakan tugas kompleks yang sebenarnya tersebut.
Ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan. Salah satu prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya adalah penekanan pada kahikat sosial dari pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Slavin, 2000). Berdasarkan teori ini dikembangkanlah pembelajaran koorperatif, yaitu siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Hal ini sejalan dengan ide Blanchard (2001), bahwa strategi CTL mendorong siswa belajar dari sesama teman dan belajar bersama.
Teori Vygotsky yang lain mengatakan bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam daerah perkembangan terdekat atau zone of proximal development siswa. Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini. Tingkat perkembangan seseorang saat ini tidak lain adalah tingkat pengetahuan awal atau pengetahuan persyaratan itu telah dikuasai, maka kemungkinan sekali akan terjadi pembelajaran bermakna. Tetapi apabila pengetahuan pembelajaran hafalan yang membosankan dan tidak menumbuhkan motivasi siswa, apabila proses belajar ini terus menerus berlangsung dari tahun ke tahun misalnya pada bidang studi fisika, maka kemungkinan besar banyak siswa yang tidak menyukai mata pelajaran fisika. Pelajaran bermakna ini sama dengan indikator kualitas CTL University of Wahington.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosifi) pendekatan konstektual, yaitu bahwa pengetahuan di bangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’ pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.
Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektif, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan (hasil). Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan:
1. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
2. Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan
3. Menyadari siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
Pengetahuan tumbuh dan berkembang melalui pengalaman. Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan pengalaman baru. Menurut Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi beberapa orang akan dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing individu dan disimpan dalam otak yang berbeda. Setiap pengalaman baru dihubungkan dengan kotak-kotak (stuktur pengetahuan) dalam otakmanusia tersebut. Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia melalui dua cara yaitu, asimilasi atau akomodasi. Asimilasi maksudnya struktur pengetahuan baru dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi maksudnya, struktur pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan hadirnya pengalaman baru.
Teori belajar konstruktivis (CTL) menekankan pada berfikir tingkat lebih tinggi, mentransfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisaan dan pensintesisan informasi dari berbagai sumber dan pandangan. Disamping itu, telah diidentifikasi dan perlu dipahami oleh tenaga pengajar, enam unsur kunci CTL seperti berikut ini: (University of Washington)
1. Pembelajaran Bermakna
Pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari. Pembelajaran diperserpi sebagai relevan bagi hidup mereka.
2. Penerapan Pengetahuan
Kemampuan untuk melihat bagaimana dan apa yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada masa sekarang dan masa yang akan datang.
3. Berfikir Tingkat Lebih Tinggi
Siswa dilatih untuk menggunakan cara berfikir yang kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau memecahkan suatu masalah.
4. Kurikulum yang dikembangkan Berdasarkan Standar
Konten pengajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal, negara bagian, nasional, assosiasi, dan/industri.
5. Responsif Terhadap Budaya
Pendidik harus memahami dan menghormati nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik, dan masyarakat tempat mereka mendidik. Berbagai macam budaya perorangan dan kelompok mempengaruhi pembelajaran. Budaya-budaya ini, dan hubungan atar budaya-budaya ini mempengaruhi bagaimana pendidik mengajar. Paling tidak, empat perspektif seharusnya dipertimbangkan: individu siswa, kelompok siswa (seperti tim atau keseluruhan kelas), tatanan sekolah, dan tatanan masyarakat yang lebih besar.
6. Penilaian Autentik
Penggunaan berbagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa. Strategi-strategi ini dapat meliputi penilaian atas proyek dan kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubrik, dan panduan pengamatan disamping memberikan kesempatan kepada siswa ikut berperan aktif dalam menilai pembelajaran mereka sendiri dan penggunaan untuk memperbaiki keterampilan menulis mereka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulis menyimpulkan, bahwa teori belajar konstruktifisme adalah, teori belajar dimana siswa harus membangun, menemukan sendiri suatu pengetahuan dan merivisi segala aturan yang sudah tidak releven. Sehingga prospek pendidikan tidak hanya terbatas pada masa sekarang, namun dapat mengantisipasi masa depan yang lebih baik.
B. Saran
Penulis menyarankan kepada seluruk pihak yang terlibat dalam proses pendidikan, terutama bagi tenaga pengajar seperti guru dan dosen untuk segera meninggalkan teori belajar konvensional, dan mulailah beralih kepda teri belajar yang modern yang dapat menumbuh kembangkan segala potensi peserta didik.
Penulis juga mengharapkan serta menerima kriktikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Trianto, S.Pd, M.Pd. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta; Prestasi Pustaka.
Drs. Qowaid, MA.Dkk. 2007. Inovasi Pembelajaran. Jakarta; Pena Citasatria
Komentar
Posting Komentar